Cara Sri Mulyani Ajari Pengkritik Utang Rp4.000 Triliun
Utang, utang dan utang | PT Rifan Financindo Berjangka
Dia menjelaskan, utang Indonesia jangan dilihat hanya dari angkanya, namun kemampuan dari utang tersebut yang produktif untuk pembangunan di dalam negeri.
"Utang kita itu, jangan sebut angkanya, karena hasilnya juga banyak dari utang itu. Produktif dia, tidak konsumtif," ujar Darmin.
Sementara itu Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pembiayaan, Pengelolaan, dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Schneider Siahaan mengatakan, dengan kemampuan penerimaan pajak yang mencapai sekira Rp1.800 triliun per tahun, masih dirasa mencukupi untuk membayar utang.
"Sederhananya kita bisa minjem Rp4.000 triliun, kalau tidak dikelola dengan baik itu tidak bisa bayar. Kenapa? Karena penerimaan pajak sekitar Rp1.800 triliun diperkirakan tahun ini," ucapnya dalam konferensi pers di Gedung Bank Indonesia (BI).
“Bila diukur dari jumlah nominal dan rasio terhadap Produk Domestik Bruto, defisit APBN dan posisi utang Pemerintah terus dikendalikan jauh di bawah ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara,” ungkapnya melalui keterangan tertulis seperti yang dikutip Okezone.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, tidak perlu khawatir dengan utang pemerintah Indonesia yang melampaui Rp4.000 triliun.
“Bila diukur dari jumlah nominal dan rasio terhadap Produk Domestik Bruto, defisit APBN dan posisi utang Pemerintah terus dikendalikan jauh di bawah ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara,” ungkapnya melalui keterangan tertulis seperti yang dikutip Okezone.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, tidak perlu khawatir dengan utang pemerintah Indonesia yang melampaui Rp4.000 triliun.
Dia menjelaskan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 menyatakan total utang Pemerintah hanya mencapai Rp4.772 triliun. Namun jika menelisik data out-standing Surat Berharga Negara (SBN) posisi September 2017 sudah mencapai Rp3.128 triliun dan posisi utang Luar Negeri Pemerintah 2017 telah mencapai USD177 miliar atau Rp2.389 triliun (kurs Rp13.500).
Selanjutnya, untuk utang luar negeri swasta tahun 2017 telah tembus sebesar USD172 miliar atau sekitar Rp2.322 triliun (kurs Rp13.500).
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan, total utang Indonesia hingga saat ini sudah mencapai lebih dari Rp7.000 triliun. Utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan swasta.
Enny mengatakan, utang pemerintah dilakukan untuk membiayai defisit anggaran, sedangkan utang swasta oleh korporasi swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Posisi ini meningkat 13,46% dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebesar RP3.556 triliun atau 29,24% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Sementara itu, dalam catatan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) total utang Indonesia hingga saat ini sudah mencapai lebih dari Rp7.000 triliun. Utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan swasta.
Utang, utang dan utang. Permasalahan yang setiap tahun dibahas oleh pihak yang mencibir pemerintah. Apalagi, utang pemerintah kini menembus Rp4.000 triliun dan kecenderungannya meningkat
Tercatat, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merilis data jumlah utang pemerintah Indonesia yang hingga akhir Februari 2018 mencapai Rp4.035 triliun.
Utang Indoneisa Terus “Menggunung”, Ini Penyebabnya | PT Rifan Financindo Berjangka
Disamping itu, selain melihat neraca, dalam melihat utang perlu juga melihat keseluruhan APBN dan keseluruhan perekonomian. Dia mengatakan apabila hanya diukur dari jumlah nominal dan rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), maka defisit APBN dan posisi utang Pemerintah terus dikendalikan (jauh) dibawah ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara.
“Defisit APBN tahun 2016 yang sempat dikhawatirkan akan melebihi 3 persen PDB, dikendalikan dengan pemotongan belanja secara drastis hingga mencapai Rp167 triliun. Langkah tersebut telah menyebabkan sedikit perlambatan pertumbuhan ekonomi,” terang Sri Mulyani.
Demikian juga untuk tahun 2017, dimana defisit APBN yang diperkirakan mencapai 2.92 persen PDB, berhasil diturunkan menjadi sekitar 2.5 persen. Tahun 2018 ini target defisit Pemerintah juga kembali menurun menjadi 2.19 persen PDB.
Sri Mulyani mengungkapkan bahwa dana transfer ke daerah yang meningkat sangat besar, dari Rp 573,7 triliun pada 2015 menjadi Rp 766,2 triliun pada 2018, sebagian yaitu sebesar 25 persen diharuskan merupakan belanja modal, meski belum semua Pemerintah Daerah mematuhinya.
Oleh karena itu, kata dia, pernyataan bahwa ‘tambahan utang disebut sebagai tidak produktif karena tidak diikuti jumlah belanja modal yang sama besarnya’ adalah kesimpulan yang salah.
“Ekonom yang baik sangat mengetahui bahwa kualitas institusi yang baik, efisien, dan bersih adalah jenis soft infrastructure yang sangat penting bagi kemajuan suatu perekonomian. Belanja institusi ini dimasukkan dalam kategori belanja barang dalam APBN kita,” tutur dia.
“Mereka yang membandingkan jumlah nominal utang dengan belanja modal atau bahkan dengan belanja infrastruktur juga kurang memahami dua hal. Pertama, belanja modal tidak seluruhnya berada di Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat, namun juga dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Kedua, dalam kategori belanja infrastruktur, tidak seluruhnya merupakan belanja modal, karena untuk dapat membangun infrastruktur diperlukan institusi dan perencanaan yang dalam kategori belanja adalah masuk dalam belanja barang,” tuturnya dalam keterangan resmi yang diterima Jawapos.com di Jakarta, Sabtu (24/3/2018).
Utang Indonesia yang disinyalir terus meningkat hingga “menggunung” membuat Menteri Keuangan, Sri Mulyani Imdrawati angkat bicara.
Menurutnya, ada dua hal penting yang menjadi fokus perhatian menteri terbaik dunia ini dalam menyangkal pandangan utang versi ekonom dan politisi.
Pertama, rasio nominal utang yang dibandingkan dengan belanja modal lalu kedua kategori belanja.
Disiplin Fiskal Bukan Berarti Takut dan Panik dengan Utang | PT Rifan Financindo Berjangka
Meski demikian, kebijakan perdagangan yang cukup proteksionis dari Amerika Serikat harus diwaspadai. Rencana The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan lebih dari tiga kali pada tahun ini juga perlu diantisipasi karena dapat menimbulkan gejolak.
“Semua kondisi ini dipertimbangkan secara matang dan hati-hati agar perekonomian Indonesia tetap dapat bertahan tumbuh tinggi, kemiskinan menurun dan kesenjangan menurun dan kualitas sumber daya manusia dan infrastruktur kita makin membaik,” pungkasnya.
Di samping itu, pemerintah juga serius dalam memperbaiki iklim investasi, agar investasi dan daya kompetisi ekonomi serta ekspor Indonesia meningkat.
“Hasilnya skor kemudahan investasi kita sudah semakin baik dan Indonesia menjadi tempat investasi paling menarik di dunia,” jelas dia.
Oleh karena itu, pemerintah saat ini terus berupaya dalam mendorong reformasi perpajakan. Apalagi, tahun ini target penerimaan pajak 2018 dipatok sebesar Rp 1.424 triliun atau tumbuh 20 persen dibanding realisasi penerimaan pajak 2017 yang sebesar Rp 1.147 triliun.
“Pemerintah sadar bahwa pajak merupakan tulang punggung negara,” katanya.
Ada pula instrumen belanja dan alokasinya, kebijakan perdagangan dan investasi, kebijakan ketenagakerjaan, kebijakan pendidikan dan kesehatan, serta kebijakan desentralisasi dan transfer ke daerah.
“Semua instrumen kebijakan tersebut sama pentingnya dalam pencapaian tujuan pembangunan, mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dan menciptakan keadilan. Semua kebijakan ini juga harus sama-sama bekerja secara efektif dan keras untuk mencapai tujuan nasional,” tuturnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, disiplin fiskal tersebut bukan berarti harus membuat Indonesia takut dan panik terhadap instrumen utang.
“Atau bahkan menjadi alergi terhadap instrumen utang. Kita harus tetap menjaga instrumen tersebut sebagai salah satu pilihan kebijakan dalam mencapai tujuan pembangunan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (24/3).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menuturkan, utang bukan satu-satunya instrumen kebijakan yang dapat diandalkan. Ada instrumen lain yang sangat penting seperti pajak dan cukai serta penerimaan bukan pajak.
Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang memiliki undang-undang dan mampu menjaga disiplin Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini dibuktikan dengan peringkat investasi yang diberikan oleh lima lembaga pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I).