Zaman Pak Harto, Kita yang Kasih Beras Ke Vietnam
Rizal Ramli mengatakan ada perbedaan antara zaman dulu dan sekarang | PT Rifan Financindo Berjangka
Jika sawah baru tersebut direalisasikan, ia optimis Indonesia tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri, namun juga bisa melakukan ekspor ke negara lain.
"Cukup buat dalam negeri, bahkan kita bisa kasih makan ekspor ke luar negeri," tegas Rizal.
Dia menganggap pembuatan sawah baru itu bisa dilakukan di 3 kawasan yakni Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Papua.
Ketiga kawasan itu ia anggap sebagai daerah yang memiliki kemiripan karakteristik dengan Delta Mekong, kawasan subur di Vietnam untuk menanam beras.
Oleh karena itu menurutnya zaman Soeharto bisa terjadi saat ini, jika Indonesia yang kini berada di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo menjaga stabilitas harga dengan meminta Bulog berperan aktif dengan menggunakan stok yang ada.
Stok tersebut ia nilai bisa menjaga stabilitas harga dan membatalkan rencana impor beras.
Rizal berharap agar Menteri Pertanian bisa segera membuat rancangan lahan sawah baru sekira 1 hingga 2 juta hektar yang tentunya subur untuk daerah persawahan.
Selain Vietnam, kata Rizal, ada pula negara Afrika yang turut dibantu karena tengah mengalami kesulitan pangan.
"Dulu, zaman Pak Harto, kita kasih beras, pinjemin beras ke Vietnam loh, Vietnam terima kasih, (saat itu) kita (juga) bantu negara Afrika ya," saat mengunjungi Kantor PT Food Station Tjipinang Jaya, Jakarta Timur, Senin (15/1/2018).
Mantan Kepala Bulog era mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Rizal Ramli mengatakan ada perbedaan antara zaman dulu dan sekarang.
Zaman dulu, tepatnya pada zaman kepemimpinan mantan Presiden RI Soeharto, Indonesia berjaya dalam produksi beras.
Bahkan bisa mengekspor beras ke Vietnam yang saat itu tengah kesulitan stok beras.
Dewan Pengawas Bulog Tidak Jujur, Pak Jokowi Gantilah! | PT Rifan Financindo Berjangka
Rizal juga mengungkapkan, dibalik motif impor biasanya ada komisi yang lumayan besar yaitu berkisar antara 10 hingga 30 ribu dolar AS.
"Harga di Bangkok sekitar Rp 6.000, dalam negeri sudah diatas Rp 11.000. Ya kalaupun impor pakai kapal asuransi shiping, paling sampe jakarta Rp 7.000-7.500 jadi banyak inefisiensi dalam distribusi kita. Dan kalau belinya pada musim panen di Bangkok lihat harganya dibawahkan untungnya bisa gede lagi, itu," demikian Rizal.
Mantan menteri koordinator bidang maritim dan sumber daya itu juga menduga rencana impor beras memang telah diatur sebelumnya. Pasalnya Dewan Pengawas Bulog Sudar Sastro Atmojo yang dulu menjabat sebagai Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan merupakan pengusaha yang memiliki kuota impor textile.
"Dia itu raja kuota textile banyak duit dulu karena pengusaha, bisa beli kuota nah kok ditaro jadi Dewas Bulog pasti main lagi, saya minta pak Jokowi digantilah ini cari orang yang jujur, yang amanah karena kalau tidak ini jadi masalah," tutur Rizal.
Rizal mengaku heran kepada Bulog yang pada tahun 2017 hanya membeli beras dari petani sebanyak 1 juta ton. Padahal, untuk memenuhi memenuhi kebutuhan stok dalam negeri dibutuhkan sekitar 30 juta ton. Untuk itu, seharusnya Bulog membeli sekitar 2 hingga 2,5 juta ton.
"Saya enggak jelas apa alasanya, segaja atau tidak disengaja. Kalau cuma 1 juta ton sudah pasti ada potensi beresiko kekurangan pasok," kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian era Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu saat meninjau Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Senin (15/1).
Ekonom senior Rizal Ramli mencium kejanggalan dibalik rencana pemerintah melalui Perum Badan Usaha Logistik atau Bulog mengimpor 500 ribu ton beras dari Vietnam dan Thailand.
Rizal Ramli Minta Bulog Lebih Aktif Tangani Kenaikan Harga Beras | PT Rifan Financindo Berjangka
“Jadi Bulog itu fungsinya untuk stabilisasi harga beras. Dengan modal stok 2,5 juta ton beras, bisa buat stabil harga pasar di seluruh Indonesia. Ya syaratnya, Bulog harus aktif,” ujarnya.
Diungkapkannya, pada tahun 2017 ini, Bulog hanya membeli 58 persen dari hasil panen petani yang mencapai 2-2,5 juta ton beras. Artinya hanya sekitar 1 juta ton beras lebih yang dibeli Bulog dari petani langsung.
“Sudah pasti kalau beli hanya segitu, sudah pasti ada potensi yang berisiko kekurangan pasokan beras,” tuturnya.
“Sebetulnya ini bukan masalah DKI Jakarta saja. Biasanya di Bulog selalu ada stok cadangan beras sekitar 2 sampai 2,5 juta ton beras. Jadi kalau harga naik, Bulognya harus segera melakukan operasi pasar,” kata Rizal Ramli saat mengunjungi PT Tjipinang Food Station Jaya di Jalan Pisangan V, Jakarta Timur, Senin (15/1).
Dengan adanya operasi pasar, maka harga beras akan stabil kembali. Karena warga bisa membeli beras berkualitas dengan harga yang sesuai dengan harga pasar. Sehingga, para pedagang beras yang menimbun beras pun akan merasa rugi.
Terjadinya kenaikan harga beras yang cukup meningkat tajam, terutama di Kota Jakarta, menurut mantan Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli dikarenakan Badan Umum Logistik (Bulog) pasif dalam menstabilkan harga beras.