OJK Jangan Atur Bunga Kredit Fintech!
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Roslan P. Roeslani menyampaikan bahwa peraturan tersebut memang dibutuhkan karena perkembangan fintech yang semakin pesat. Namun dirinya mengharapkan peraturan tersebut tidak membatasi pelaku usaha
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi sejak Desember 2016. Sayangnya, aturan tersebut masih belum dilaksanakan dengan baik
Karena pertumbuhan yang semakin besar jadi dibuatlah suatu payung hukumnya. Tapi kembali lagi kita sampaikan inilah peran Kadin, kita sampaikan ke OJK payung hukum ini bukan untuk membatasi tapi untuk membangun ekosistem yang sehat kuat dan berkesinambungan untuk industri itu sendiri,” ujarnya ketika ditemui usai sosialisasi di Kantor Perwakilan OJK Selasa (14/2/2017).
Bahkan, beberapa usaha fintech berupaya mengembangkan usahanya melalui suntikan dana dari luar negeri. Sehingga baiknya OJK juga beri dorongan bagi pelaku usaha. Data dari Kadin menyebutkan ada sekitar 600 fintech di Indonesia, mayoritas dari mereka adalah berbentuk start up.
“Kalau ada perang bunga menurut saya itu hukum alam, lebih bagus ini kan yang menilai masyarakat,” tambahnya
Menurutnya, peraturan bunga pinjaman finasial yang berlaku di kebanyakan sektor finansial sebaiknya tidak diterapkan pada fintech. Roslan menambahkan, usaha fintech berpotensi untuk terus berkembang.
OJK Bentuk Satgas Pengawas Fintech Pinjam-Meminjam Uang | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani menjelaskan, satuan kerja tersebut akan berpegang pada Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 yang mengatur terkait kegiatan usaha peer to peer lending. Satuan kerja juga akan menerapkan sanksi sesuai peraturan itu bila menemukan fintech yang melanggar ketentuan.
"Pengawasannya ada di bawah Satuan Kerja IKNB langsung. Kami sedang menyiapkan orang dalam satuan kerja untuk mengawasi kegiatan ini," ujar Firdaus saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (14/2).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan membentuk satuan kerja khusus untuk mengawasi layanan keuangan berbasis digital (financial technology / fintech) yang memfasilitasi pinjam-meminjam uang (peer to peer lending). Satuan kerja ini akan mengawasi kegiatan pendaftaran, verifikasi, hingga perlindungan konsumen.
Sebagai gambaran, mengacu POJK 77/2016, penyelenggara fintech diwajibkan melakukan pendaftaran sebelum mengajukan permohonan untuk memperoleh izin. Dalam masa pendaftaran yang dibatasi setahun ini, penyelenggara masih boleh melakukan aktivitas pinjam-meminjam secara penuh dengan pendampingan OJK.
Di sisi lain, untuk melindungi stabilitas sistem keuangan, OJK juga membatasi maksimal pinjaman yang bisa diberikan hanya sebesar Rp 2 miliar. Selain itu, OJK mewajibkan penyelenggara untuk menyiapkan berbagai kontrak, yaitu antara penyelenggara dengan penerima pinjaman, pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman, dan pemberi penjaman dengan penyelenggara. Hal ini untuk meminimalkan risiko.
Untuk melindungi masyarakat pengguna fintech, OJK juga menuntut penyelenggara menyediakan akun virtual di perbankan serta menempatkan pusat data di dalam negeri. Hal ini dilakukan agar OJK memiliki basis data lengkap mengenai penyelenggara usaha simpan pinjam tersebut.
Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Dumoly F. Pardede menjelaskan, untuk terus meningkatkan pengawasan, OJK juga akan terus bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika guna mendata perusahaan fintech yang beroperasi. Selain itu, OJK akan bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia untuk melakukan sosialisasi serta verifikasi terhadap perusahaan fintech.
Adapun sampai saat ini, menurut dia, ada 600 fintech yang beroperasi. Sedangkan yang menyelenggarakan kegiatan pinjam-meminjam dan akan terdaftar kemungkinan sebanyak 120 fintech.
Dumoly pun menekankan, pihaknya siap memberikan sanksi bila terjadi pelanggaran. "Sanksi bisa berupa administrasi, pencabutan izin, bahkan pidana jika ada pelanggaran yang termasuk tindak pidana," ujarnya. Namun, sayangnya, ia enggan menyebutkan sanksi yang akan diberikan OJK bila perusahaan fintech yang dimaksud abai mendaftarkan diri ke OJK.
Namun, ia menegaskan, OJK bukan menutup kesempatan tersebut, tetapi hanya belum mengatur akan hal tersebut. Rencananya, aturan untuk usaha fintech on balance sheet ini baru akan diterbitkan paling lambat pada akhir tahun ini.
"Usaha tersebut (fintech on balance sheet) bukan ilegal, tapi memang belum diatur. OJK akan segera mengeluarkan aturannya dan fintech ini harus menaatinya," ujar Dumoly.
Sekadar catatan, penyelenggara fintech juga masih belum boleh memberikan pinjaman secara langsung (on balace sheet), jadi hanya memfasilitasi pengguna layanan untuk pinjam-meminjam. Artinya, penyelenggara hanya boleh mendapatkan untung dari kutipan atau fee antara si peminjam dengan pemberi pinjaman.
Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Rosan P. Roeslani menyambut baik peraturan tentang kegiatan usaha fintech peer to peer lending tersebut. Aturan itu dinilai bisa memberikan kepastian hukum bagi kegiatan usaha tersebut dan juga diharapkan dapat menjadi acuan bagaimana fintech ini berdampak signifikan ke depan, terutama dalam meningkatkan inklusi keuangan.
"Ini sebagai langkah bagaimana kita bangun ekosistem, baik untuk mendorong pertumbuhan fintech yang cepat dan dinamis," ujar Rosan.